BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat Lampung dalam bentuknya yang asli memiliki
struktur hukum adat tersendiri. Bentuk masyarakat hukum adat tersebut berbeda
antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lainnya, kelompok-kelompok
tersebut menyebar diberbagai tempat di daerah lain di Lampung. Perbedaan
kelompok tersebut tercermin dalam upacara adat dalam perkawinan tradisional.
Adat istiadat masyarakat Lampung dibedakan kedalam dua
golongan adat yaitu Pepadun & Peminggir (Sai Batin). Adat istiadat Pepadun
dipakai oleh orang lampung yang tinggal di kawasan Abung, Way kanan / Sungkai,
Tulang bawang & Pubian bagian pedalaman. Masyarakat Lampung Pepadun
mengenal adanya hukum adat yang dilandaskan pada bagian adat Lampung siwo migo
yang berisi beragam peraturan dan larangan yang harus ditaati oleh pemimpin
& masyarakatnya.
Orang pepadun juga mengenal tingkatan sastra sosial
dalam masyarakatnya. Hal ini bisa dilihat dari berbagai atribut, misalnya
golongan bangsawan membawa keris sebagai tanda mereka menyandang gelar
kehormatan yang tidak dimiliki oleh kalangan masyarakat biasa. Perbedaan antara
kalangan bangsawan & rakyat biasa juga dapat dilihat dalam penyelenggaraan
upacara perkawinan yang disebut begawei atau cacak Pepadun.
Masyarakat Pepadun juga melarang perkawinan diantara
orang-orang yang dianggap tidak sederajat sebab hal ini dapat dianggap sebagai
aib jika tetap dilaksanakan. Orang yang berbeda di lapisan atas akan turun
derajatnya mengikuti pasangannya yang memiliki status lebih rendah.
Tetapi untuk masa sekarang ini, pelapisan sosial
seperti tadi lebih di pengaruhi oleh faktor senioritas, umur, pendidikan, segi
materi atau ketaatan seseorang pada agamanya.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Asal Mula Adat Pepadun ?
2.
Bagaimana Upacara Perkawinan Adat Lampung Pepadun ?
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Mengetahui Asal Mula Adat Pepadun
2. Mengetahui Upacara Perkawinan Adat Lampung Pepadun
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asal Mula Adat Pepadun
Lampung dikenal dengan sebutan "Sai Bumi Khua
Jukhai", secara Bahasa artinya Satu Bumi Dua Cabang. Sedangkan
berdasarkan Makna yaitu "Sai Bumi (satu Bumi)" bermakna
suku bangsa yang mendiami satu wilayah yang berasal dari keturunan yang sama, dan
"Khua Jukhai (Dua Cabang)" bermakna dua jenis adat
istiadat yang dikenal di masyarakat.
Dari semboyan diatas kita mengenal dua adat istiadat
yang ada di masyarakat Lampung yaitu Sai Batin dan Pepadun.
"Sai Batin" berarti Satu Penguasa (Raja) sedangkan "Pepadun"
berarti Tempat Duduk Penobatan Penguasa.
Adat pepadun didirikan sekitar abad ke-16 pada zaman
kesultanan Banten. Pada mulanya terdiri dari 12 kebuaian (Abung Siwo Mego dan
Pubian Telu Suku), kemudian ditambah 12 kebuaian lain yaitu Mego Pak Tulang
Bawang, Buay Lima Way Kanan dan Sungkai Bunga Mayang (3 Buay) sehingga menjadi
24 kebuaian.
Adat Pepadun dipakai oleh masyarakat adat Abung Siwo
Mego, Mego Pak Tulang Bawang, Pubian Telu Suku, Buay Lima Way Kanan dan Sungkai
Bunga Mayang.
Nama pepadun diambil dari kata “Pepadun” tempat
penobatan Penyimbang di Paksi Pak Skala Brak yang beradat Sai Batin. Sedangkan
“Pepadun” masih juga digunakan pada pengakatan kepala adat di marga-marga
keturunan Paksi Pak Skala Brak yang beradat Sai Batin di Pesisir Krui dan
Pesisir Teluk Semaka.
Berbeda dengan adat Sai Batin/Peminggir, pada adat
Pepadun siapa pun bisa jadi penyimbang atau mengambil gelar, asalkan mempunyai
kekayaan yang cukup. Tetapi pada masyarakat adat pepadun tidak begitu mengenal
tingkatan adok (gelar) seperti halnya masyarakat adat Sai Batin, sehingga tidak
ada yang bernama Raden, Minak, Kimas atau Mas. Sehingga tidak mempunyai
struktur aristokrat (kerajaan) - dimana seorang kepala membawahi anak buah -
tetapi semua yang mendapat gelar, kedudukan atau hejongan-nya sama/setara.
Dalam tata cara masyarakat Lampung Pepadun, pernikahan
bisa di lakukan dalam dua cara yaitu cara pernikahan biasa (yang berlaku secara
umum) atau pernikahan semanda yaitu pihak laki-laki tidak membayar uang jujur
tetapi suami & anak-anaknya kelak akan menjadi anggota keluarga garis
istri. Dengan demikian ketika ayah si istri meninggal, sang menantu dapat
menggantikan kedudukan mertuanya sebagai kepala keluarga. Hal ini bisa terjadi
disebabkan karena sang istri adalah anak tunggal dalam keluarganya atau alasan
lainnya. Secara prinsip, masyarakat Lampung mengikuti garis keturunan
patrilinier.
B. Upacara Perkawinan Adat Lampung Pepadun
Untuk lebih mengenal kebudayaan masyarakat lampung
pepadun, terutama mengenai tata cara adat perkawinannya, berikut akan
dijelaskan rangkaian prosesi adat pernikahannya yang memiliki keunikan
tersendiri dibanding daerah lain.
a) Nindai / Nyubuk
Ini merupakan proses dimana pihak keluarga calon
pengantin pria akan meneliti atau menilai apakah calon istri anaknya. Yang
dinilai adalah dari segi fisik & perilaku sang gadis. Pada Zaman dulu saat
upacara begawei (cacak pepadun) akan dilakuakn acara cangget pilangan yaitu
sang gadis diwajibkan mengenakan pakaian adat & keluarga calon pengantin pria
akan melakuakn nyubuk / nindai yang diadakan dibalai adat.
b) Be Ulih – ulihan (bertanya)
Apabila proses nindai telah selesai dan keluarga calon
pengantin pria berkenan terhadap sang gadis maka calon pengantin pria akan
mengajukan pertanyaan apakah gadis tersebut sudah ada yang punya atau belum,
termasuk bagaimana dengan bebet, bobot, bibitnya. Jika dirasakan sudah cocok
maka keduanya akan melakukan proses pendekatan lebih lanjut.
c) Bekado
Yaitu proses dimana keluarga calon pengantin pria pada
hari yang telah disepakati mendatangi kediaman calon pengantin wanita sambil
membawa berbagai jenis makanan & minuman untuk mengutarakan isi hati &
keinginan pihak keluarga.
d) Nunang (melamar)
Pada hari yang disepakati kedua belah pihak, calon
pengantin pria datang melamar dengan membawa berbagai barang bawaan secara adat
berupa makanan, aneka macam kue, dodol, alat untuk merokok, peralatan nyireh
ugay cambia (sirih pinang). Jumlah dalam satu macam barang bawaan akan
disesuaikan dengan status calon pengantin pria berdasarkan tingkatan
marga(bernilai 24), tiyuh (bernilai 12), dan suku (berniali 6). Dalam kunjungan
ini akan disampaikan maksud keluarga untuk meminang anak gadis tersebut.
e) Nyirok (ngikat)
Acara ini biasa juga dilakukan bersaman waktunya
dengan acara lamaran. Biasanya calon pengantin pria akan memberikan tanda
pengikat atau hadiah istimewa kepada gadis yang ditujunya berupa barang
perhiasan, kain jung sarat atau barang lainnya. Hal ini sebagai symbol ikatan
batin yang nantinya akan terjalin diantara dua insan tersebut.
Acara nyirok ini dilakukan dengan cara orang tua calon
pengantin pria mengikat pinggang sang gadis dengan benang lutan (benang yang
terbuat dari kapas warna putih, merah, hitam atau tridatu) sepanjang satu
meter. Hal ini dimaksudkan agar perjodohan kedua insane ini dijauhkan dari
segala penghalang.
f) Menjeu ( Berunding)
Utusan keluarga pengantin pria datang kerumah orang
tua calon pengantin wanita untuk berunding mencapai kesepakatan bersama
mengenai hal yang berhubungan denagn besarnya uang jujur, mas kawin, adat yang
nantinya akan digunakan, sekaligus menentukan tempat acara akad nikah
dilangsungkan. Menurut adat tradisi Lampung, akad nikah biasa dilaksanakan di
kediaman pengantin pria.
g) Sesimburan (dimandikan)
Acara ini dilakukan di kali atau sumur dengan
arak-arakan dimana calon pengantin wanita akan di payungi dengan paying gober
& diiringi dengan tabuh-tabuhan dan talo lunik. Calon pengantin wanita
bersama gadis-gadis lainnya termasuk para ibu mandi bersam sambil saling menyimbur
air yang disebut sesimburan sebagai tanda permainan terakhirnya sekaligus
menolak bala karena besok dia akan melaksanakan akad nikah.
h) Betanges (mandi uap)
Yaitu merebus rempah-rempah wangi yang disebut pepun
sampai mendidih lalu diletakkan dibawah kursi yang diduduki calon pengantin
wanita. Dia akan dilingkari atau ditutupi dengan tikar pandan selama 15-25
menit lalu atasnya ditutup dengan tampah atau kain. Dengan demikian uap dari
aroma tersebut akan menyebar keseluruh tubuh sang gadis agar pada saat menjadi
pengantin akan berbau harum dan tidak mengeluarkan banyak keringat.
i) Berparas (cukuran)
Setelah bertanges selesai selanjutnya dilakukan acra
berparas yaitu menghilangkan bulu-bulu halus & membentuk alis agar sang
gadis terlihat cantik menarik. Hal ini juga akan mempermudah sang juru rias
untuk membentuk cintok pada dahi dan pelipis calon pengantin wanita. Pada malam
harinya dilakukan acara pasang pacar (inai) pada kuku-kuku agar penampilan
calon pengantin semakin menarik pada keesokan harinya.
j) Upacara Akad Nikah
Walau menurut adat, akad nikah dilakukan di kediaman
pengantin pria tetapi sesuai perkembangan Zaman dan kesepakatan keluarga, akad
nikah banyak dilakukan di rumah pengantin wanita. Rombongan pengantin pria dan
pengantin wanita akan diwakili oleh utusan yang disebut Pembareb. Kedua
rombongan ini akan disekat atau di halangi oleh appeng (selembar kain sebagai
rintangan yang harus di lalui).
Jika sudah terjadi Tanya jawab antar pembareb,
pembareb pihak pria akan memotong appeng dengan alat terapang dan kemudian
masuk kedalam rumah dengan membawa barang seserahan berupa dodol, urai cambai
(sirih pinang), juadah balak (lapis legit), aneka kue dan Uang adat. Lalu akad
nikah pun dilakukan dan kedua pengantin menyembah sujud pada orang tua.
k) Upacara Ngurukken Majeu / Ngekuruk
Hal yang tak kalah menarik dalam rangkaian upacara
adat perkawinan masyarakat lampung Pepadun adalah upacara adat ngurukken majeu
yaitu saat pengantin wanita secara resmi akan dibawa ke rumah pengantin
laki-laki dengan naik rato yaitu kereta beroda empat atau ditandu. Pengantin
laki-laki berada di belakang dibagian depan sambil memegang tombak.
Sampai di rumah pengantin pria, mereka akan disambut
dengan tabuh-tabuhan dan seorang ibu akan menaburkan beras kunyit dan uang logam.
Di depan rumah juga tersedia pasu yaitu wadah dari tanah liat berisi air dan
tujuh jenis kembang sebagai lambing agar dalam rumah tangga keduanya dapat
berdingin hati.
Selanjutnya kedua kaki pengantin wanita akan di
celupkan dalam wadah tersebut lalu kedua mempelai didudukan dengan kaki suami
menindih kaki istrinya sebagai lambang agar istri berlaku patuh pada suaminya.
Lalu ibu pengantin laki-laki menyuapi keduanya dengan nasi campur dan memberi
minum lalu kedua mempelai saling memeakan sirih.
Setelah itu dilakukan upacara pemberian gelar denga
menekan telunjuk tangan secara bergantian. Sesudahnya kedua pengantin akan
menaburkan kacang goreng dan aneka permen kepada gadis-gadis lajang agar
mereka segera mendapatkan jodoh. Mereka juga akan saling berebut
lauk-pauk, terutama dengan anak-anak kecil. Maknanya agar keduanya segera
memiliki keturuna
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lampung dikenal dengan sebutan "Sai Bumi Khua
Jukhai", secara Bahasa artinya Satu Bumi Dua Cabang. Sedangkan berdasarkan
Makna yaitu "Sai Bumi (satu Bumi)" bermakna suku bangsa
yang mendiami satu wilayah yang berasal dari keturunan yang sama, dan "Khua
Jukhai (Dua Cabang)" bermakna dua jenis adat istiadat yang
dikenal di masyarakat.
Dari semboyan diatas kita mengenal dua adat istiadat
yang ada di masyarakat Lampung yaitu Sai Batin dan Pepadun.
"Sai Batin" berarti Satu Penguasa (Raja) sedangkan
"Pepadun" berarti Tempat Duduk Penobatan Penguasa.
Dua kekayaan adat yang dimiliki masyarakat lampung
tersebut yaitu Adat Sai Batin dan Adat Pepadun perlu dijaga kelestariannya.
Karena walaupun berbeda tetapi tetapi berasal dari akar rumput yang sama yaitu
Hulun Lampung. Perbedaan itu indah dan menjadikan kita kaya tradisi dan budaya.
Tetapi yang perlu kita waspada adalah mulai lunturnya
kepedulian generasi muda kita akan mengenal dan melestarikan Adat Budaya
Lampung itu sendiri. Seharusnya kita mengenalkan kepada mereka seni adat budaya
lampung dengan setiap ada kesempatan mengajak mereka ikut serta dalam
perhelatan upacara adat lampung, sehingga untuk masa yang akan datang Adat
Budaya Lampung tidak akan punah.
B. SARAN
Kepada
masyarakat khususnya Adat Lampung Pepadun dapat menjaga tradisi yang sudah
menjadi adat istiadat. Karena keanekargaman budaya dan adat istiadat yang
dimiliki oleh masyrakat Adat Lampung Pepadun saat ini perlu mendapatkan
perhatian dan pembinaan serta pelestarian sehingga nilai luhur yang terkandung
didalamnya diharapkan akan memperkaya aset budaya bangsa. Dan kita sebagai
generasi penerus bangsa diharapkan mempunyai rasa tanggungjawab dan rasa
nasionalisme yang tinggi terhadap kebudayaan sendiri. Sehingga apabila ada
kebudayaan lain yang masuk ke daerahnya akan dipilih dan dipilah sebelum
diikuti. Hal ini diperlukan agar kebudayaan yang telah diwariskan oleh nenek
moyang kepada kita tidak akan punah.
DAFTAR PUSTAKA
Puspawidjaja, Rizani,
dkk, 1994, Adat Dan Upacara Perkawinan Daerah Lampung, Jakarta,
Dedikbud; Proyek Investasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.
Sitorus, dkk,
1996, Integrasi Nasional, Suatu Pendekatan Budaya Masyarakat di
Lampung, Bandar Lampung, Arian Jaya.
Fahruddin, 1996, Falsafah
Piil Pesenggiri, Sebagai Norma Tatakrama Kehidupan Sosial Masyarakat Lampung.
Bandar Lampung, Bandar Maju.
Hadikusuma, Hilman, 1996, Adat
Istiadat Daerah Lampung, Bandar Lampung, Arian Jaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar